hafizfaturrahman.com

Siapa yang Salah???

Di sebuah perguruan tinggi terkemuka di kota Bogor, terdapat tiga orang sahabat yang sedang meneruskan jenjang studi sarjananya. Mereka Rahman, Anton, dan Fauzan. Rahman merupakan orang Jakarta asli. Bapak dan ibunya lahir dan besar di ibukota Indonesia itu. Sementara Anton adalah laki-laki kelahiran Medan yang harus mengikuti Bapaknya ke Jakarta karena urusan pekerjaan. Berbeda dari Rahman dan Anton yang tinggal di Jakarta, Fauzan sendiri adalah pemuda asli Bogor yang sejak kecil hidup di kota hujan tersebut.
Saat ini, ketiga pemuda tersebut tengah menimba ilmu di sebuah institut pertanian yang terkenal se-Indonesia. Di sana mereka berbeda jurusan tapi satu fakultas. Mereka kenal satu sama lain saat masa-masa orientasi mahasiswa baru. Mereka satu kelompok, dipasangkan menjadi sahabat, hingga akhirnya bersahabat sampai sekarang memasuki semester 4 perkuliahan mereka. Pertengahan Januari UAS semester
mereka selesai. Rahman tentu saja membereskan barang-barangnya untuk kembali ke kampung halaman, Jakarta. Tidak berbeda jauh dengan Rahman, Anton juga sibuk menyiapkan perlengkapannya untuk dibawa ke rumahnya di Jakarta. Sementara Fauzan santai saja menyikapi libur semester ini, apa boleh buat, kampus ke rumahnya hanya butuh waktu 15 menit, sehingga di tidak nge-kost apalagi mengontrak rumah dekat kampus.
Sebelum berpisah ke tempat tujuan masing-masing, mereka berkumpul terlebih dahulu. Rahman pamit untuk pulang ke Jakarta dan berjanji akan membawa oleh-oleh yang banyak untuk kedua sahabatnya tersebut. Begitupun Anton. Semisalnya ia berkesempatan kembali ke Medan, ia akan bawa mika ambon yang banyak untuk dimakan bersama. Lalu Fauzan? Dengan sedikit tegang, ia berjanji akan menjaga Bogor ini dari serangan raksasa jahat. “Hahaha”, semua tertawa mendengar perkataan Fauzan. Tapi setelahnya, Rahman akhirnya mengajak Fauzan untuk melihat Jakarta di liburan ini. Fauzan berpikir sejenak dan akhirnya mengiyakan ajakan Rahman untuk berlibur ke Jakarta.
Mereka menggunakan kereta listrik untuk mencapai rumah Rahman yang terdapat di dekat lokasi Pekan Raya Jakarta. Rencananya mereka turun di stasiun Rajawali dan diteruskan dengan angkot, tapi sesampainya di stasiun Bogor, mereka dikejutkan dengan pemberitahuan bahwa semua kereta menuju Jakarta hanya akan berakhir di stasiun Manggarai. Mereka heran dan bertanya-tanya ke petugas di stasiun. Hingga akhirnya ia mendapat kabar bahwa banjir besar di Jakarta memutus jalan kereta sehingga tidak bisa dilewati. Tiket sudah dibeli dan mereka terpaksa harus naik kereta menuju stasiun Manggarai.
Di perjalanan, mereka mendiskusikan tentang banjir besar tersebut. Anton yang memiliki komputer tablet dengan cekatan membaca berita seputar banjir yang melumpuhkan aktivitas di Jakarta. Sedang semangatnya mencari berita, Fauzan nyeletuk, “Hmm,, pasti gara-gara orang Jakarta nih suka buang sampah sembarangan.” Rahman yang merasa tersindir menjawab, “Yeeh, kayak kamu gak pernah buang sampah sembarangan aja, Zan. Jangan asal ngomong deh.” “Udah-udah nih baca lagi”, Anton menengahi. “Kabarnya, banjir akan kembali meninggi mengingat hujan yang terus-menerus di Bogor yang akhirnya mngirimkan air bah ke Jakarta”, Anton membaca sepenggal berita yang ada. “Tuh kan, tiap tahun sama, pasti karena kiriman dari Bogor airnya”, kata Rahman. “Jangan sembarangan dong, mana ada air kiriman, ada juga air mengalir dari tempat tinggi ke rendah. Siapa suruh Jakarta di bawah Bogor”, sergah Fauzan. Mereka terus saling mencela, sementara Anton sibuk mencari berita.
Anton mendapat berita bahwa banjir terjadi akibat daerah resapan di Puncak, Bogor, semakin sedikit akibat pembangunan villa oleh pengusaha Jakarta. Mendengar berita tersebut, Rahman dan Fauzan semakin semangat saling meledek. Ketika keduanya saling tersulut emosi yang berlebihan, akhirnya Anton melerainya. “Sudah! Kalian mahasiswa bukan! Kita diskusikan bersama. Jangan saling ejek seperti itu”, tegas Anton. “Kamu sih bukan warga Jakarta asli, nggak ngerasain gimana jadinya warga Jakarta”, kata Rahman. “Iya Ton, kamu juga bukan orang Bogor yang selalu disalahkan karena masalah ini”, tambah Fauzan. Anton terdiam dan ketiganya pun terdiam.
Sampailah mereka di stasiun Manggarai. Rahman kebingungan ketika mengetahui tidak ada angkutan umum yang bisa menembus banjir untuk sampai kerumahnya. Akhirnya ia menelepon keluarganya di rumah. Ibunya mengatakan akan menjemput mereka di stasiun dan mereka pun diperintahkan untuk tidak kemana-mana hingga jemputan datang.
Sambil menunggu, Fauzan kembali membicarakan masalah banjir. Ia mengatakan lebih baik tinggal di Bogor saja, daripada ke Jakarta hanya menonton banjir. Rahman terperanjak. Ia menimpali perkataan Fauzan dengan menyuruhnya membeli tiket kembali ke Bogor saja lagi. Fauzan pun berdiri dan hendak ke loket pembelian tiket. Anton tidak membiarkan Fauzan begitu saja pergi. “Zan, udah sampe sini masa’ balik lagi. Rugi tau.” Dengan bujukan Anton, Fauzan pun membatalkan niatnya pulang ke Bogor. Mereka bertiga pun akhirnya mendiskusikan bersama masalah banjir ini.
Anton memulai dengan mengatakan bahwa banjir terjadi akibat manusia yang selalu membuang sampah sembarangan. “Iya setuju, tapi jangan menyalahkan orang Jakarta saja. Karena masyarakat Jakarta itu beragam”, kata Rahman yang disambut anggukan kepala Anton. Fauzan kemudian menjawab, “Tapi, yang terjadi disini adalah warga Jakarta yang kemudian mengakibatkan sungai dangkal dan akhirnya meluap ketika hujan deras datang. Bukannya begitu yang benar? Bukan masalah kiriman dari Bogor.” Rahman kembali kesal mendengar ucapan Fauzan. Anton kembali menengahi. Setelah obrolan panjang, akhirnya diketahui bahwa terdapat perbedaan persepsi antara warga Jakarta yang diucapkan Rahman dan Fauzan. Rahman mengira kata “warga Jakarta” yang diucapkan Fauzan adalah untuk warga Jakarta asli, sementara menurut Fauzan adalah warga yang tinggal di Jakarta.
“Waduh, kenapa gak bilang dari tadi kalo itu yang kamu maksud, Zan?”, tanya Rahman.
“Saya kira kamu paham dari awal”, jawab Fauzan. Keduanya kemudian saling bersalaman minta maaf. Anton pun senang melihatnya.
Setelah semuanya kembali baik. Mereka kembali berdiskusi. Hingga akhirnya mereka menyimpulkan bahwa kesalahan sebenarnya terdapat pada kesadaran masing-masing individu yang selalu tidak mempedulikan kesehatan lingkungan. Banyak yang masih membuang sampah ke sungai atau tempat yang tidak semestinya, sementara yang membersihkannya, masih bisa dihitung dengna jari. Setelah satu jam, akhirnya jemputan tiba. Mereka bertiga pun menginap di rumah Rahman selama satu minggu dan kemudian di rumah Anton satu minggu setelahnya.---

“Perselisihan dalam Kelompok itu WAJAR, Tinggal BAGAIMANA Kita MENYIKAPINYA”

0 Response to "Siapa yang Salah???"

Post a Comment

Silakan berkomentar sesuai isi tulisan di atas.
Komentar Anda sangat berarti bagi perkembangan blog ini..
Terima Kasih :D

Terima Kasih Atas Kunjungannya - - Silahkan Datang Kembali
Bookmark blog ini (Ctrl+D) || Sewaktu-waktu mungkin dibutuhkan
Toko Online Gratis
HF corner Powered by Blogger