Elang Gumilang, Raja Perumahan Murah
Elang Gumilang 26 tahun (saat
ini), mahasiswa sekaligus direktur utama sebuah pengembangan perumahan. Elang
pernah muncul sebagai juara ketiga Marketing
Games Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia di Universitas Trisakti. Ia juga
juara pertama kompetisi Ekonomi SMA Se-Jabodetabek 2003 di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia dan Juara pertama Economic
Contest di Institut Pertanian Bogor, tahun yang sama. Pada tahun 2006, di
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dia mengubah akta perusahaan yang
hampir tutup menjadi Elang Group. Bermodal awal Rp300 juta, kini nilai proyek Elang
Group terbang menembus Rp17 miliar. “Saya tergerak menyediakan rumah murah
karena banyak orang kecil kesulitan membelinya,” ujar Elang.
“Kondisi bangunan sesuai dengan harga. Listrik ada. Tapi
belum ada
fasilitas air ledeng. Air diambil dari sumur dengan mesin pompa air pemberian Elang Group. Kekurangan perumahan ini hanyalah tak ada tempat bermain untuk anak-anak.”- Dewi Fatimah, 35 tahun, pembeli Blok F Nomor 5, Bukit Warna Sari Endah, Cilebut.
fasilitas air ledeng. Air diambil dari sumur dengan mesin pompa air pemberian Elang Group. Kekurangan perumahan ini hanyalah tak ada tempat bermain untuk anak-anak.”- Dewi Fatimah, 35 tahun, pembeli Blok F Nomor 5, Bukit Warna Sari Endah, Cilebut.
Elang meraih
penghargaan diantaranya:
• Wirausaha Muda
Mandiri terbaik Indonesia 2007
• Lelaki Sejati
Pengobar Inspirasi 2008
• Man Of The
Year 2008 dari TV One
• Indonesia Top
Young entrepreneur 2008 dari Warta Ekonomi
Elang
Gumilang Sukses di Usia 24 Tahun
Adalah Elang Gumilang (27),
wirausaha muda yang berada di balik pembangunan perumahan amat sederhana
bertipe 22/60, mungil tapi fungsional tempat untuk pulang dan bernaung bagi
mereka yang bisa terbilang miskin. Tangan dinginnya menelurkan apa yang selama
ini sangat jarang dilakukan pengembang kawakan – bermodal besar atau kecil –
untuk membuat perumahan khusus orang miskin.
Selama ini bisnis properti
sepertinya hanya untuk ditujukan bagi kaum berpunya, demikian Elang berpikir.
Mereka yang membutuhkan tempat bernaung justru hanya punya mimpi untuk memiliki
rumah sendiri. “Ada 75 juta penduduk negeri ini yang membutuhkan rumah. Ini
peluang bisnis, tapi kita sekalian ibadah membantu orang juga,” katanya.
TARGET 2000
RUMAH
Berayahkan seorang kontraktor,
buat elang bukan hal mustahil mencoba segala jenis usaha. Ditambah sejumlah
pertimbangan mendalam, awal 2005 – tatkala ia masih menjadi mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor (IPB) – ia mulai membeli
sepetak tanah dan membangun rumah pertamanya. Modal diperoleh dari patungan
bersama teman-temannya semasa SMA maupun kuliah. Rumah sederhana berukuran 22
meter2 dengan luas tanah 60 meter persegi ini langsung pindah tangan
ketika selesai dibangun. Terbukti, orang haus akan rumah murah seharga 23-37
juta rupiah itu.
Saat itu, jumlah pekerja Elang
baru sekitar tujuh orang untuk mengurusi administrasi hingga pemasaran. Namun
lambat laun , bisnisnya ini berakar, menggeliat, dan bertumbuh. Dari satu unit,
bertambah menjadi tiga unit . Bertambah terus , sampai sudah sekitar lebih dari
200-an rumah dibangunnya. Target yang direncanakannya tak tanggung-tanggung.
Perusahaan Semesta Guna Grup miliknya, ingin membangun 2000 unit rumah
sederhana. Dalam waktu setahun, investasi yang ditanamkan naik berlipat. Nilai
jual objek pajak (NJOP) tanah yang tadinya hanya Rp50 ribu misalnya, melejit
hingga lima kali lipat dalam dua semester.
Omzet per tahunnya pasti bikin
pengusaha mana pun berdecak kagum – mengingat awal mula sepak terjangnya –
karena tak kurang dari Rp 20 miliar per tahun dapat ia bukukan. Belum lagi dari
kontrak pre periodik terbarunya menambah Rp80 miliar hingga Rp100 miliar ke
bisnisnya.
Elang Gumilang, mahasiswa
sederhana dari IPB – kampusnya petani – anak H. Enceh dan Hj. Priani, kini
mempekerjakan ratusan karyawan pada setiap proyeknya. Sekitar 30 tenaga
administrasi dan 100 pekerja di setiap proyek siap membantunya. Elang – lajang
kelahiran Bogor, 6 April 1985 telah mengepakkan sayap bisnis sejauh yang ia
bisa, dan terbang setinggi yang dapat ia capai.
Elang terlahir dari keluarga
yang lumayan berada, namun bergaya hidup bersahaja. Pendidikan moral dari
orangtuanya tertanam baik. Ajaran itu terus berurat akar dalam dirinya. Sebagai
pelajar sekolah, ia termasuk siswa gemilang. Jiwa wirausaha Elang mulai terasah
saat ia duduk di bangku kelas 3 SMU. Ia mempunyai target setelah lulus SMA
harus mendapatkan uang Rp10 juta untuk modal kuliah. Tanpa sepengetahuan
orangtua, ia berjualan donat keliling ke sekolah-sekolah dasar di Bogor. Namun,
akhirnya orangtuanya tahu juga. Elang disuruh berhenti berjualan karena UAN
(Ujian Akhir Nasional) telah menjelang.
Dilarang berjualan donat,
pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se-Bogor ini tertantang mencari uang
dengan cara lain. Pada 2003, ketika Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB
mengadakan lomba Java Economic
Competition se-Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil memenanginya. Begitu
pula saat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyelenggarakan kompetisi
Ekonomi, Elang sukses menjadi juara ketiga. Hadiah uang yang diperolehnya, ia
kumpulkan untuk modal kuliah.
Setelah lulus SMU, Elang
melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi IPB tanpa tes. Saat itulah, bermodalkan
uang sejuta rupiah, ia kembali berniat untuk memiliki sebuah usaha.
Awalnya, uang itu ia belanjakan sepatu, yang lantas dijual di Asrama Mahasiswa IPB. Hanya perlu waktu sebulan, ia sudah bisa mengantongi uang Rp3 juta-an. Sayang, setelah berjalan beberapa tahun, supplier yang digunakannya menurunkan kualitas sepatu. Bisnis sepatu pun sirna. Ia melihat, lampu-lampu redup di kampus IPB sebagai peluang bisnis pengadaan lampu. Elang mencoba menerapkan strategi bisnis tanpa modal. Ia mengisahkan hikayat seorang pemuda miskin di Amerika Latin. Setiap hari si pemuda melambaikan tangan pada seorang pengusaha tembakau kaya raya dari Amerika yang sedang bertandang. Pada awalnya, lambaian tangan itu tidak dipedulikan. Namun, karena selalu berulang, pengusaha tembakau itu penasaran dan menanyakan maksud sang pemuda. Jawab si miskin adalah “Saya punya tembakau berkualitas bagus. Bapak tidak usah membayar dulu, yang penting saya dapat PO dulu dari Bapak”. Setelah mendengar jawaban tersebut, si pengusaha kaya lalu mebuatkan tanda tangan dan stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal itu, sang pemuda mengumpulkan hasil tembakau di kampungnya untuk dijual ke Amerika lewat si pengusaha kaya raya itu. Maka , jadilah pemuda itu orang kaya raya tanpa modal.
Awalnya, uang itu ia belanjakan sepatu, yang lantas dijual di Asrama Mahasiswa IPB. Hanya perlu waktu sebulan, ia sudah bisa mengantongi uang Rp3 juta-an. Sayang, setelah berjalan beberapa tahun, supplier yang digunakannya menurunkan kualitas sepatu. Bisnis sepatu pun sirna. Ia melihat, lampu-lampu redup di kampus IPB sebagai peluang bisnis pengadaan lampu. Elang mencoba menerapkan strategi bisnis tanpa modal. Ia mengisahkan hikayat seorang pemuda miskin di Amerika Latin. Setiap hari si pemuda melambaikan tangan pada seorang pengusaha tembakau kaya raya dari Amerika yang sedang bertandang. Pada awalnya, lambaian tangan itu tidak dipedulikan. Namun, karena selalu berulang, pengusaha tembakau itu penasaran dan menanyakan maksud sang pemuda. Jawab si miskin adalah “Saya punya tembakau berkualitas bagus. Bapak tidak usah membayar dulu, yang penting saya dapat PO dulu dari Bapak”. Setelah mendengar jawaban tersebut, si pengusaha kaya lalu mebuatkan tanda tangan dan stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal itu, sang pemuda mengumpulkan hasil tembakau di kampungnya untuk dijual ke Amerika lewat si pengusaha kaya raya itu. Maka , jadilah pemuda itu orang kaya raya tanpa modal.
Strategi inilah yang ditiru Elang.
Bermodal surat dari kampus, ia melobi perusahaan lampu Philips pusat untuk
menyetok lampu di kampusnya. “Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap
penjualan saya mendapat keuntungan Rp 15 juta,” Ucapnya bangga. Namun, karena
bisnis lampu ini musiman dan perputaran uangnya lambat, terpikir oleh Elang
untuk mencari bisnis yang lain. Setelah melihat celah di bisnis minyak goreng,
Elang menekuni jualan minyak goreng ke warung-warung . Tapi karena bisnis
minyak ini 80% menggunakan otot, sehingga mengganggu kuliah, ia memutuskan
untuk berhenti berjualan.
Menyimak perjalanannya, Elang
mengaku bahwa bisnis demi bisnis yang dilakukannya lebih banyak menggunakan
otot dari pada otak. Ia lalu berkonsultasi ke beberapa pengusaha dan dosennya
untuk memperoleh wawasan lain. Enlightment
lalu ditemukannya. Bisnis tidak harus selalu memakai otot, dan banyak peluang
bisnis yang tidak menggunakan otot. Setelah mendapat berbagai masukan, ia
merintis bisnis Lembaga Bahasa Inggris di kampusnya. Karena lembaga kursus itu
ditangani secara profesional dengan tenaga pengajar dari lulusan luar negeri,
pihak Fakultas Ekonomi mempercayakan lembaganya itu menjadi mitra. Karena dalam
bisnis ini ia tidak terlibat langsung, ia manfaatkan waktu luangnya untuk
bekerja sebagai marketer perumahan.
UNTUK ORANG LAIN
Sebenarnya, tanpa beralih ke
bisnis properti, untuk dirinya sendiri, Elang tidak bisa dibilang kurang mapan.
Pemuda antirokok ini sudah mempunyai rumah dan mobil sendiri. Namun dibalik
keberhasilannya itu, Elang merasa ada sesuatu yang kurang. “Kenapa kondisi saya
begini, padahal saya di IPB hanya tinggal satu setengah tahun lagi. Semuanya
saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia ini?” ia berdialog dengan
nuraninya. Ilham dari atas diperolehnya. Bisnis propertilah yang ditunjukkan
Tuhan kepadanya. Namun, bisnis properti yang ditujukan untuk orang miskin lebih
karena hatinya ikut tersentuh. “Banyak orang di Indonesia terutama yang tinggal
di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur 60 tahun. Biasanya
kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan yang kemahalan, jadi sampai
sekarang mereka belum berani untuk memiliki rumah.” ungkapnya pada sebuah
kesempatan.
Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya sendiri, Elang hanya mengiklankan di koran lokal. Karena harganya yang relatif murah, pada tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski harganya murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplet, seperti klinik 24 jam, angkot 24 jam, rumah ibadah, sekolah, lapangan olahraga, dan juga dekat dengan pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staff tata usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
Sukses yang sudah ditangan tidak membuat Elang lupa diri. Justru, ia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur atas nikmatnya itu, dalam setiap proyek ia selalu menyisihkan 10 persen untuk kegiatan amal. “Uang yang 10 persen itu saya masukkan BMT (Baitul Mal Wa Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin dan orang-orang yang kurang modal,” bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini ia miliki mengandung hak orang miskin yang wajib dibagi. Selain menyisihkan 10 persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan kepada fakir miskin. Pendirianya;sedekah tidak perlu banyak tapi yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut.
Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya sendiri, Elang hanya mengiklankan di koran lokal. Karena harganya yang relatif murah, pada tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski harganya murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplet, seperti klinik 24 jam, angkot 24 jam, rumah ibadah, sekolah, lapangan olahraga, dan juga dekat dengan pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staff tata usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
Sukses yang sudah ditangan tidak membuat Elang lupa diri. Justru, ia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur atas nikmatnya itu, dalam setiap proyek ia selalu menyisihkan 10 persen untuk kegiatan amal. “Uang yang 10 persen itu saya masukkan BMT (Baitul Mal Wa Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin dan orang-orang yang kurang modal,” bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini ia miliki mengandung hak orang miskin yang wajib dibagi. Selain menyisihkan 10 persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan kepada fakir miskin. Pendirianya;sedekah tidak perlu banyak tapi yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut.
Masih banyak sebenarnya yang
ingin Elang lakukan. Diantaranya, ia bercita-cita ingin mendirikan perusahaan
yang dapat mempekerjakan 100 ribu orang. Elang Gumilang, masih akan terus
mengepakkan sayapnya.*****
Tulisan
inspiratif ini diambil dari buku “Wirausaha Muda MANDIRI” ketika anak sekolah
berbisnis oleh Prof Rhenald Kasali,Ph.D.
Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama
Thanks http://iinaprilian.wordpress.com :D
Berikut bincang-bincang GREEN TV IPB dengan Elang Gumilang:
Berikut bincang-bincang GREEN TV IPB dengan Elang Gumilang:
wahhhh great story...
jadi mengobarkan SEMANGAT utk bisa mandiri secara finansial...
iya ya, perjalanan hidup yang patut utk ditiru..
Terima kasih telah membaca :)