hafizfaturrahman.com

Trauma

Ayu, seorang remaja putri yang kini berumur 15 tahun tengah melaksanakan ujian praktik di sekolahnya. Selama satu minggu ini, siswa kelas 9 SMP harus mengikuti ujian praktik yang diselenggarakan oleh sekolah sebagai salah satu syarat kelulusan. Bidang-bidang yang diujikan meliputi pidato, dialogue, olahraga bola kecil dan besar, bermain musik dan menyanyi, serta tak ketinggalan olahraga air, renang. Semua praktikan diharapkan dapat melakukan semua itu dengan baik karena nilai ujian praktik sangat berpengaruh pada kelulusan siswa.

Mendengar adanya ujian renang, Ayu tersentak kaget dan terdiam.
Ia ternyata trauma bersentuhan dengan air banyak. Tujuh tahun yang lalu atau tepatnya saat ia berumur 8 tahun, ia piknik ke sebuah pantai. Di tempat itu, saudara sepupunya mengajaknya untuk berenang. Saat itu, Ayu dikenal dengan “si anak pantai” oleh keluarganya. Disebut seperti itu karena pada usia Ayu baru menginjak 4,5 tahun, ia sudah bisa berenang meskipun saat itu hanya di kolam kecil milik pribadi. Dengan semangat, Ayu pun mengikuti sepupunya berlari menuju air di lautan. Tanpa banyak basa-basi, Ayu dan kedua sepupunya menceburkan diri ke air. Mereka bermain air dan terlihat sangat senang sekali. Namun tiba-tiba ombak besar datang. Karena semua sedang asyik menikmati udara sejuk di pantai, tak ada satu pun anggota keluarga yang memperhatikan keberadaan Ayu yang sedang bermain di laut. Ketika banyak orang yang berteriak ombak besar, barulah mereka panik dan mencari-cari Ayu dan kedua orang sepupunya. Setelah sepuluh menit berselang, mereka bertiga akhirnya ditemukan dengan keadaan menangis. Penjaga pantai melihat ketiga anak tersebut terseret ombak hingga lima meter. Untungnya, penjaga pantai yang sigap langsung melompat ke laut untuk menyelamatkan ketiga anak yang masih di bawah umur itu. Kedua orangtua Ayu dan dua orang lainnya pun berterimakasih kepada penjaga pantai dan berjanji akan lebih berhati-hati. Sejak saat itu, tak ada lagi “si anak pantai”. Setiap diajak berenang, baik di pantai maupun di kolam pribadi, oleh saudaranya, Ayu menolak. Ia takut kejadian menakutkan itu terjadi lagi.

Hari minggu atau hari terakhir ujian praktik SMP tempat Ayu menimba ilmu, telah datang. Pada hari itu akan diadakan ujian praktik bidang olahraga air, renang. Pagi-pagi buta Ayu sudah siap berangkat ke tempat ujian. Ia ingin menemui penguji dan para guru olahraganya. Entah mendapat saran dari mana, Ayu mencoba meminta keringanan dari para orang penting tersebut. Ia meminta agar ujiannya diganti dengan tugas yang lainnya. Namun usaha tersebut gagal, para penguji tetap pada prosedur sekolah yang mengharuskan setiap siswa untuk melakukan praktik baik bisa maupun tidak. Ayu akhirnya pasrah dengan segala keputusan penguji dan gurunya.

Saat ujian pun tiba, Ayu menempati urutan 111 dari 240 praktikan. Selama menunggu nomornya dipanggil , ia terus memanjatkan doa agar diberi kemudahan oleh-Nya. Pemanggilan nomor dilakukan sepuluh-sepuluh. Itu artinya Ayu berada pada kelompok yang dipanggil pada urutan ke-12. Di pinggir kolam ujian, orangtua Ayu terus menyemangati anaknya dengan menyerukan “Ayu, ayo kamu pasti bisa!.” Namun saat itu, teriakan orangtuanya seakan hanya menjadi angin lalu. Ayu tetap tak bisa diam dan terus menatap kolam dengan muka takut.

Satu jam kemudian datanglah saudara-saudara Ayu yang kala itu mengajaknya berenang hingga terseret ombak ke tempat tersebut. Mereka segera bergabung bersama orangtua Ayu. Tanpa ada perintah, mereka ikut meneriakkan kalimat yang sama seperti orangtua Ayu teriakan tadi. Mendengar suara dukungan yang semakin kencang, Ayu tersentak. ia merasa mendapat dorongan yang besar dari dalam tubuhnya untuk berenang. Orang-orang sekitar kolam terheran-heran melihat tingkah keluarga besar Ayu. Mereka yang tidak mengerti kondisi Ayu menjadi bingung kenapa harus diberi dukungan yang begitu besar padahal hanya berupa ujian praktik.

Lima menit kemudian nomor urut Ayu dipanggil untuk melakukan tes. Meskipun seakan mendapat dorongan yang kuat, masih tampak jelas raut muka ketakutan menghiasi wajah cantik Ayu. Tes pertama yang harus dilakukan peserta ujian adalah melakukan pemanasan. Ayu beserta Sembilan orang lainnya dengan cekatan melakukan pemanasan. Selanjutnya, barulah para peserta diperintahkan untuk melakukan berbagai gaya renang. Masing-masing perserta minimal melakukan lima gaya renang.

Penguji mempersilahkan para peserta menaiki tempat untuk melompat. Terlihat sekali kegugupan yang sangat dahsyat. Di saat-saat seperti itu, teriakan semangat kembali dilontarkan oleh keluarganya. Ayu pun terkejut. Entah apa yang terjadi dalam tubuhnya, kakinya mulai melangkah ke tempat yang telah ditentukan. “Byurr….” Para peserta mulai mempertunjukkan kebolehannya kepada para penguji, tak terkecuali Ayu. Ia memperlihatkan gaya-gaya renang andalannya. Tak terlihat lagi, muka takut di wajahnya. Yang tampak dari dirinya kini hanyalah semangat untuk melakukan yang terbaik.

Lima belas menit kemudian, ujian renang untuk kelompok Ayu selesai. Ayu langsung berlari mendatangi orangtua dan keluarganya. Ia menangis bahagia dalam pelukan sang ibunda. Semua anggoa keluarga yang datang juga tak kuasa menahan air mata harunya. Siang hari yang terik kala itu, tanpa sengaja menjadi momen paling bahagia bagi keluarga besar Ayu. Para penguji senang melihat Ayu yang kembali semangat. Paling tidak mereka tidak harus memikirkan tugas yang harus diberikan kepada Ayu lagi.

Sebulan kemudian, kelulusan SMP diumumkan. Dalam ijazah, tampak nilai yang tinggi menempati tempat pada kolom renang. Ayu dan keluarga senang sekali. Mereka lega karena “si anak pantai” kembali ke kehidupannya seperti dulu.---


"Kunci untuk mengubah adalah dengan melepaskan rasa takut"

--Rosanne Kas--

0 Response to "Trauma"

Post a Comment

Silakan berkomentar sesuai isi tulisan di atas.
Komentar Anda sangat berarti bagi perkembangan blog ini..
Terima Kasih :D

Terima Kasih Atas Kunjungannya - - Silahkan Datang Kembali
Bookmark blog ini (Ctrl+D) || Sewaktu-waktu mungkin dibutuhkan
Toko Online Gratis
HF corner Powered by Blogger